Archive for November 2013
Genki Kurabu Goes To Pulau Pinus!!!
By : MUNADIE Ya Minna-san Ohayo,Konnichiwa,Konbanwa....2 minggu yang lalu G-ku pergi refreshing ke pulau pinus!!
Di post kali ini ane mau share foto-foto keseruan kita-kita di pulau pinus....langsung aja cekidot...!
Di post kali ini ane mau share foto-foto keseruan kita-kita di pulau pinus....langsung aja cekidot...!
Sebelum ke pulau pinus harus melewati rintangan jalan yang menantang terlebih dahulu....mendaki gunung melewati lembah~ |
We went to pulau pinus by klotok wwww |
Setelah perjalanan yang lumayan lama akhirnya nyampe juga ke pulau pinus
|
Kouhai-tachi the explorer |
Marina juga ikut lo.... |
Foto bareng dulu semuanya... (carilah Bagas-senpai dalam foto ini,,,) |
Otoutou!!!! Ade nya ozan yang naksir ama marina,selalu cari kesempatan buat PDKT,kata-kata favorit "SO" |
Lindungi Marina dari kamera otoutou!!! wwww |
Yah...untuk saat ini cukup sekian,gimana rame kan???,yang bilang gak rame sini ane jitak satu-satu wwwww,mudah-mudahan kita ada kesempatan buat jalan-jalan bareng lagi yaaa....
Untuk saat ini kita harus fokus dulu ke momatsu!!!,cukup sekian post dari ane...salah khilaf mohon maaf jika ada kata-kata yang salah atau hutang yang tidak terbayar mohon di ikhlaskan wassalam...
Tag :
G-ku of the week,
HITORI NO KAKURENBO
By : MUNADIEPengen maen petak umpet tapi gak ada temen? minna-san boleh coba permainan yang satu ini,gak perlu temen buat mainnya cukup single player,nama permainannya adalah "HITORI NO KAKURENBO",urban legend yang paling dikenal anak G-ku wwwwww
Segala sesuatu yang terjadi di tanggung oleh anda...ane gak menyarankan untuk mencoba permainan ini di rumah,tapi kalo masih ngotot mau nyoba,ane gak tanggung jawab yaaa...
Minna-san pasti pada tau jelangkung-kan? sebenernya nih permainan gak beda-beda jauh ama jelangkung tapi mungkin agak lebih serem dan lebih extreme,permainan ini berasal dari jepang,kalo di jepang permainan ini digunakan untuk berkomunikasi dengan roh untuk berbagai keperluan...boneka-lah yang digunakan sebagai medianya,dan dari yang ane baca di internet permainan ini banyak di coba ama para remaja di sana,dan mereka suka berbagi pengalaman selama bermain permainan ini,dari pada makin penasaran kita langsung aja ke permainan nya.....
Cara bermain
Alat dan Bahan:
1.Sebuah boneka dengan bagian tubuh lengkap (kepala, 2 kaki dan 2 tangan)
2. Beras (secukupnya untuk mengisi boneka hingga penuh)
3. Jarum dan benang merah
4. Benda tajam (pisau, gunting, pecahan kaca juga boleh )
5. Secangkir penuh garam (usahakan garam alami)
6. Tempat sembunyi
Alat dan Bahan:
1.Sebuah boneka dengan bagian tubuh lengkap (kepala, 2 kaki dan 2 tangan)
2. Beras (secukupnya untuk mengisi boneka hingga penuh)
3. Jarum dan benang merah
4. Benda tajam (pisau, gunting, pecahan kaca juga boleh )
5. Secangkir penuh garam (usahakan garam alami)
6. Tempat sembunyi
Persiapan:
1. Keluarkan semua kapas dlm boneka, lalu masukkan beras hingga penuh.
2. Potong sedikit kuku Kamu dan masukkan kedalam boneka bersama beras, lalu jahit boneka tersebut dengan jarum dan benang merah.
3. Isi bak mandi dengan air.
4. Letakkan secangkir air garam ditempat bersembunyi.
Langkah-langkah:
1. Beri nama boneka tersebut (apapun asal jangan nama Kamu sendiri).
2. Ketika tepat pukul 3 pagi, katakan pada boneka “___(nama Kamu sendiri) yang pertama jaga.” katakan sebanyak tiga kali.
3. Pergi ke kamar mandi dan letakkan boneka kedalam bak mandi yang berisi air.
4. Matikan semua lampu dirumah, lalu pergi ke tempat Kamu bersembunyi dan nyalakan televisi (dibawah akan dijelaskan, kenapa harus menghidupkan televisi).
5. Hitung dari satu sampai sepuluh dengan mata tertutup, lalu kembali ke kamar mandi dengan benda tajam.
6. Ketika sudah sampai, katakan kepada boneka “Aku menemukanmu ___(nama boneka).” Lalu tusuk boneka tersebut dengan benda tajam.
7. Setelah itu bilang “Kamu yang jaga berikutnya, ___(nama boneka).” dan letakkan kembali boneka ke bak mandi.
8. Lari, sekali lagi lari menuju tempat bersembunyi dan bersembunyilah.
PENTING: JANGAN HENTIKAN RITUAL DITENGAH JALAN, RITUAL INI HARUS DILAKUKAN SAMPAI AKHIR!
Cara menyelesaikan:
1. Masukkan setengah air garam kedalam mulut (jangan diminum).
2. Keluar dari tempat persembunyian dan cari boneka tadi (catatan: jika ritual ini berhasil, maka boneka itu tidak akan ada di kamar mandi).
3. Jika sudah ketemu, siram boneka tersebut dengan garam yang tersisa di cangkir, dan siram juga dengan air garam didalam mulut Kamu.
4. Katakan “Aku menang” sebanyak tiga kali. dan Hal ini seharusnya mengakhiri ritual. Setelah semua selesai, keringkan dan bakar boneka tadi.
Hal penting lainnya:
1. Jangan keluar rumah sebelum ritual berakhir.
2. Matikan SEMUA lampu ketika ritual berjalan.
3. Tetap diam ketika bersembunyi
4. Ingat, jika Kamu tinggal bersama dengan orang lain, orang itu mungkin akan secara tidak langsung berpartisipasi dalam ritual ini.
5. Jangan teruskan ritual lebih dari satu atau 2 jam.
6. Untuk amannya, sebaiknya buka semua kunci di dalam rumah, dan suruh beberapa teman untuk berjaga di dekat rumah.
7. Usahakan membawa handphone di tangan kalau-kalau terjadi sesuatu.
8. Jika Kamu bersembunyi tanpa air garam kemungkinan Kamu akan bertemu dengan “sesuatu yang mengerikan” di sekitar Kamu.
Keterangan lain:
Alasan kenapa harus menyalakan televisi ketika bersembunyi adalah karena televisi dapat berfungsi sebagai “radar” untuk mendeteksi kehadiran “sesuatu” disekitar.
1. Keluarkan semua kapas dlm boneka, lalu masukkan beras hingga penuh.
2. Potong sedikit kuku Kamu dan masukkan kedalam boneka bersama beras, lalu jahit boneka tersebut dengan jarum dan benang merah.
3. Isi bak mandi dengan air.
4. Letakkan secangkir air garam ditempat bersembunyi.
Langkah-langkah:
1. Beri nama boneka tersebut (apapun asal jangan nama Kamu sendiri).
2. Ketika tepat pukul 3 pagi, katakan pada boneka “___(nama Kamu sendiri) yang pertama jaga.” katakan sebanyak tiga kali.
3. Pergi ke kamar mandi dan letakkan boneka kedalam bak mandi yang berisi air.
4. Matikan semua lampu dirumah, lalu pergi ke tempat Kamu bersembunyi dan nyalakan televisi (dibawah akan dijelaskan, kenapa harus menghidupkan televisi).
5. Hitung dari satu sampai sepuluh dengan mata tertutup, lalu kembali ke kamar mandi dengan benda tajam.
6. Ketika sudah sampai, katakan kepada boneka “Aku menemukanmu ___(nama boneka).” Lalu tusuk boneka tersebut dengan benda tajam.
7. Setelah itu bilang “Kamu yang jaga berikutnya, ___(nama boneka).” dan letakkan kembali boneka ke bak mandi.
8. Lari, sekali lagi lari menuju tempat bersembunyi dan bersembunyilah.
PENTING: JANGAN HENTIKAN RITUAL DITENGAH JALAN, RITUAL INI HARUS DILAKUKAN SAMPAI AKHIR!
Cara menyelesaikan:
1. Masukkan setengah air garam kedalam mulut (jangan diminum).
2. Keluar dari tempat persembunyian dan cari boneka tadi (catatan: jika ritual ini berhasil, maka boneka itu tidak akan ada di kamar mandi).
3. Jika sudah ketemu, siram boneka tersebut dengan garam yang tersisa di cangkir, dan siram juga dengan air garam didalam mulut Kamu.
4. Katakan “Aku menang” sebanyak tiga kali. dan Hal ini seharusnya mengakhiri ritual. Setelah semua selesai, keringkan dan bakar boneka tadi.
Hal penting lainnya:
1. Jangan keluar rumah sebelum ritual berakhir.
2. Matikan SEMUA lampu ketika ritual berjalan.
3. Tetap diam ketika bersembunyi
4. Ingat, jika Kamu tinggal bersama dengan orang lain, orang itu mungkin akan secara tidak langsung berpartisipasi dalam ritual ini.
5. Jangan teruskan ritual lebih dari satu atau 2 jam.
6. Untuk amannya, sebaiknya buka semua kunci di dalam rumah, dan suruh beberapa teman untuk berjaga di dekat rumah.
7. Usahakan membawa handphone di tangan kalau-kalau terjadi sesuatu.
8. Jika Kamu bersembunyi tanpa air garam kemungkinan Kamu akan bertemu dengan “sesuatu yang mengerikan” di sekitar Kamu.
Keterangan lain:
Alasan kenapa harus menyalakan televisi ketika bersembunyi adalah karena televisi dapat berfungsi sebagai “radar” untuk mendeteksi kehadiran “sesuatu” disekitar.
Tag :
Urban Legend,
Ubume
By : エゴヂア
Ubume
The Myths of Mother's Kindness
Ubume (産女) merupakan arwah penasaran dari perempuan yang mati dalam keadaan mengandung dan versi lainnya menyebutkan, Ubume adalah yuurei (arwah penasaran) dari perempuan hamil yang sudah meninggal, namun melahirkan di dalam kuburnya. Penyebab kematiannya biasanya karena dibunuh, kematian tidak wajar, atau dikubur begitu saja tanpa disertai upacara untuk mendoakan arwahnya. Ubume digambarkan memiliki sosok berupa seorang wanita berwajah pucat, berambut sangat panjang, berbaju putih, dengan bercak darah disekitar kemaluan, dan kakinya tidak tampak.
Ubume datang hanya untuk mengasuh anaknya yang masih hidup dengan membawakan makanan-makanan manis seperti gulali ataupun buah-buahan, atau makanan yang ia beli menggunakan 'uang koin' ynag kemudian berubah menjadi daun-daunan. Si anak yang masih polos mungkin tidak menyadari jika 'ibu' yang mengasuhnya selama ini adalah hantu dan dengan polos menerima makanan manis dari Ubume Orang awam biasanya jarang yang cepat menyadari keberadaan Ubume, karena sosok Ubume layaknya ibu pada umumnya. Ia bisa menggiring manusia ke tempat persembunyian anaknya, dan berharap anaknya bisa dirawat oleh manusia.
Walau sosoknya tampak menyeramkan, Ubume tidak berbahaya, malah memilki latar belakang yang kelam dan menyedihkan. Ubume kerap menunjukkan eksistensinya lewat penampakan dan suara-suara. Kebanyakan orang melihat Ubume berada di tepi sungai pada malam hari, dan tengah memandikan anaknya sambil bernyanyi. Ada juga Ubume yang tengah menangis mancari-cari anaknya atau sedang menyanyi-nyanyi lirih untuk menidurkan si anak.
Orang Jepang percaya bahwa Ubume pernah eksis tidak hanya dalam cerita mitos. Bahkan, di beberapa kuil khususnya kuil Kougenji di Nagasaki menyimpan sebuah boneka Ubume yang terbuat dari kayu disebuah ruangan gelap. Kuil tersebut di buka setahun sekali setiap tanggal 16 Agustus atau menjelang peringatan obon.
Pada dasarnya, Ubume merupakan contoh konkrit kekuatan kasih sayang seorang ibu Dalam kondisi apapun, seorang ibu akan melindungi anaknya bahkan dengan mempertaruhkan nyawa.
Tag :
Urban Legend,
Futakuchi Onna
By : エゴヂアThe Truth Behind Hidden Mouth
Futakuchi Onna (二口女) yang berarti "wanita bermulut dua", para Futakuchi Onna hampir memilki awal kisah yang sama dengan cerita Rokurokubi, Kuchisake Onna dan Yama Uba yang awalnya hanyalah manusia biasa yang kemudian terkena penyakit gaib sehingga ia berubah menjadi siluman. Semasa hidupnya wanita ini menjalani diet ketat hingga rela kelaparan. Tanpa sadar, muncul mulut baru secara supranatural di belakang kepalanya yang mampu bertindak semaunya. Mulut ini bisa dibilang muncul sebagai bentuk 'pemberontakan' atas tubuhnya yang 'menjerit' meminta asupan makanan.
Sudah tentu wanita yang tiba-tiba memiliki mulut baru dibelakang kepalanya akan merasa malu. Karena itu ia menutup mulut gaibnya dengan rambut. Namun ada saatnya si mulut gaib ini bertindak diluar kendali. Jika tidak diberi makanan, mulut kedua ini akan berteriak melontarkan kata-kata kotor dan sumpah serapah. Ia akan terus menjerit hingga membuat kepala si wanita kesakitan. Mulut kedua juga ini juga bisa memerintah rambut si wanita untuk beralih fungsi sebagai 'tangan' yang akan meraih dan menhantarkan makanan kebelakang kepalanya. Disisi lain, wanita yang tiba-tiba memiliki mulut kedua terkadang juga senang, karena mulut gaib tersebut bebas makan makanan apa saja tanpa takut membuat tubuh si wanita gemuk.
Selain kisah di atas masih banyak lagi kisah yang melatar-belakangi hadirnya Futakuchi Onna. Konon, Futakuchi Onna awalnya adalah perempuan yang mitbiarkan anak tirinya mati kelaparan. Roh anak tiri itu kemudian merasuk kedalam dirinya dan membentuk mulut kedua debelakang kepala si wanita. Versi lainnya mengisahkan Futakuchi Onna adalah istri seorang tukang kayu yang kepalanya terhantam kapak suaminya. Luka sobek yang parah tidak bisa sembuh dan malah membentuk mulut kedua.
Kebalikan dari mulut yang normal, mulut kedua dibelakang kepala Futakuchi Onna sering mengatakan kebohongan atau menyuarakan hal-hal buruk yang selama ini dipendam dalam hati si wanita.
Data Fisik
Jenis Kelamin : Wanita
Tinggi/Berat : Standar tubuh ideal wanita jepang
Lokasi : Dimanapun manusia tinggal
Jumlah Gigi : 64
Jumlah Lidah : 2
Makanan Favorit : Apa saja (terutama yang manis-manis)
Senjata : Tidak ada
Cara mendeteksi keberadaan Futakuchi Onna
1. Makanan hilang dengan cepat dari tempatnya
2. Terdapat helaian rambut rontok di tempat-tempat yang tidak wajar (di dalam kulkas, dapur, dsb)
3. Terdapat potongan makanan atau remah-remah di rambut
4. Saat kamu tidur dengan wanita itu, ketika bangun tidur kamu mendapati rambutnya melilit di lehermu
Tag :
Urban Legend,
Beasiswa Kuliah Di Jepang
By : UnknownKebanyakan kita yang suka Jepang pasti berharap bisa pergi ke Jepang, salah satu nya dengan cara yang cari beasiswa kuliah disana. Nah, Pemerintah Jepang sendiri sekarang lagi pengen banget banyak pelajar-pelajar di Indonesia buat kuliah di Jepang, salah satu caranya menyediakan beasiswa buat kuliah disana. Nah buat temen-temen yang pengen dapetin beasiswa nya, bisa liat postingan di bawah ini, yang diambil langsung dari website Kedutaan Jepang di Indonesia, monggo
PROGRAM
1. | Undergraduate (S-1) | |||
Masa
studi 5 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang (kecuali jurusan
kedokteran umum, gigi, hewan, dan sebagian farmasi lama masa studi
adalah 7 tahun).
| ||||
Syarat | : |
lulusan
SLTA; nilai rata-rata Ujian Nasional minimal 8,4; lahir antara 2 April
1992 dan 1 April 1997. Bagi pelamar S-1 IPS, bisa mendaftar dengan JLPT
level N3 atau lebih. Pelamar SLTA jurusan IPS tidak bisa mendaftar IPA.
| ||
Materi ujian tertulis | ||||
IPS | : | Bahasa Inggris, Matematika dan Bahasa Jepang (bagi pendaftar dengan JLPT) | ||
IPA-a | : | Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, dan Fisika | ||
IPA-b,c | : | Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, dan Biologi | ||
Pilihan jurusan: | ||||
IPS | : |
Laws, Politics, Pedagogy, Sociology, Literature, History, Japanese language, Economics, Business Administration, and others.
| ||
IPA-a | : |
Science
(Mathematics, Physics, Chemistry); Electric and Electronic Studies
(Electronics, Electrical Engineering, Information Engineering);
Mechanical Studies (Mechanical Engineering, Naval Architecture); Civil
Engineering and Architecture (Civil Engineering, Architecture,
Environmental Engineering); Chemical Studies (Applied Chemistry,
Chemical Engineering, Industrial Chemistry, Textile Engineering); and
other fields (Metallurgical Engineering, Mining Engineering, Maritime
Engineering, Biotechnology)
| ||
IPA-b | : |
Agricultural
Studies (Agriculture, Agricultural Chemistry, Agricultural Engineering,
Animal Science, Veterinary Medicine, Forestry, Food Science,
Fisheries); Hygienic Studies (Pharmacy, Hygienics, Nursing); Science
(Biology)
| ||
IPA-c | : | Medicine; Dentistry | ||
2. | College of Technology (D-3) | |||
Masa
studi 4 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang. College of
Technology memiliki program 5 tahun yang dirancang bagi lulusan SLTP.
Siswa penerima Beasiswa Monbukagakusho (lulusan SLTA) akan masuk College
of Technology sebagai mahasiswa tahun ketiga. Studi teknik sebagian
besar terdiri dari eksperimen / percobaan dan latihan-latihan praktek.
Lulusan dari sekolah ini diharapkan menjadi ahli teknik (engineer).
| ||||
Syarat | : |
lulusan SLTA Jurusan IPA; nilai rata-rata Ujian Nasional minimal 8,0; lahir antara tgl. 2 April 1992 dan tgl. 1 April 1997
| ||
Materi ujian tertulis: | ||||
Matematika dan Kimia/Fisika (tergantung kategori jurusan seperti tertulis di bawah) | ||||
Pilihan jurusan: | ||||
Kimia | : | Jurusan yang terkait pada bidang kimia seperti “Materials Engineering” dll. | ||
Fisika | : |
Jurusan
lain seperti “Mechanical Engineering”, “Electrical and Electronic
Engineering”, “Information, Communication, and Network Engineering”,
“Architecture and Civil Engineering”, Maritime Engineering” dll.
| ||
3. | Specialized Training College (D-2) | |||
Masa
studi 3 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang. Specialized
Training College terpisah dari sistem pendidikan Jepang yang biasa.
Sekolah ini menawarkan pelatihan praktis kejuruan.
| ||||
Syarat | : |
lulusan
SLTA; nilai rata-rata Ujian Nasional minimal 8,0; lahir antara tgl. 2
April 1992 dan tgl. 1 April 1997. Bagi pelamar D-2 IPS, bisa mendaftar
dengan JLPT level N4 atau lebih.
| ||
Materi ujian tertulis: | ||||
Bahasa Inggris, Matematika dan Bahasa Jepang (bagi pendaftar dengan JLPT) | ||||
Pilihan jurusan: | ||||
IPA | : |
Civil
Engineering and Architecture; Electrical and Electronic Engineering;
Wireless Communication; Computer; Information Processing.
| ||
IPS | : |
Nourishment;
Cooking; Nursery Teacher Training; Nursing Welfare; Social Welfare;
Management; Travel; Bussiness; Harmony Dressmaking; Music; Art; Design;
Photograph; dll
| ||
Catatan : | ||||
1. | Bagi sekolah yang tidak menggunakan standar nasional (misalnya dengan standard IB), nilai akan disetarakan sesuai di atas. | |||
2. | Semua soal ujian dalam bahasa Inggris. | |||
3. |
Lulusan
dari S-1 bisa meneruskan ke S-2, dan lulusan D-3 dan D-2 bisa
meneruskan ke S-1 sebagai siswa tahun ketiga. Namun untuk melanjutkan
beasiswa, tergantung pada prestasi dan hasil seleksi. Para siswa
tentunya harus mengikuti ujian masuk dan masa perpanjangan beasiswa
maksimal 2 tahun.
|
FASILITAS
- Bebas biaya ujian masuk, biaya kuliah dan uang pendaftaran
- Tiket kelas ekonomi p.p. Indonesia (Jakarta) - Jepang
- Tunjangan ¥117.000/bulan (Besar tunjangan tahun 2013. Untuk tahun 2014 dan tahun selanjutnya ada kemungkinan mengalami perubahan)
- Tanpa ikatan dinas
PROSEDUR PENDAFTARAN
- Masa pendaftaran: Pendaftaran Tahap 1 mulai tanggal 1 Mei s/d 24 Mei 2013 untuk lulusan 2012 dan Sebelumnya, dan Pendaftaran Tahap 2 mulai 27 Mei s/d 14 Juni 2013 untuk lulusan 2013. Hanya pelamar yang memenuhi persyaratan boleh mendaftar.
- Pelamar melakukan registrasi di http://www.beasiswamext.or.id.
Setiap pelamar hanya boleh mendaftar 1 program saja. - Pelamar mencetak [Data Pendaftar] yang dikirimkan ke email pelamar, ditempelkan foto, dan dikirimkan beserta fotokopi nilai Ujian Nasional yang dilegalisir (bisa menggunakan dokumen sementara dari sekolah apabila nilai asli dari Kemdiknas belum keluar) dan fotokopi sertifikat kemampuan bahasa Jepang (untuk pendaftar dengan JLPT), ke Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. Dokumen bisa diantar langsung atau dikirimkan via pos ke :
Bagian Pendidikan Kedutaan Besar Jepang
Jl. M.H.Thamrin 24 Jakarta 10350
(Cantumkan nomor registrasi pada Kanan Amplop dan dokumen pelengkap) - Dokumen harus sudah tiba maksimal tanggal 24 Mei 2013 untuk tahap 1 dan 14 Juni 2013 untuk tahap 2.
- Hanya pelamar dengan dokumen lengkap akan kami proses. Dokumen yang dikirimkan tidak akan dikembalikan.
PROSEDUR SELEKSI
- Pengumuman seleksi dokumen akan ditampilkan di website kedutaan Jepang tanggal 1 Juli 2013.
Bagi yang lolos seleksi dokumen akan dipanggil untuk mengikuti ujian tertulis (8 / 9 Juli 2013).
Tidak semua pelamar akan dipanggil ujian tertulis. - Mereka yang lulus ujian tertulis akan dipanggil untuk wawancara di Jakarta (dalam bahasa Indonesia) bulan Agustus. Bagi yang lulus wawancara akan direkomendasikan ke Monbukagakusho.
- Mereka yang lolos seleksi di Monbukagakusho akan menjadi penerima beasiswa. Penetapan penerima beasiswa ditentukan pada bulan Januari 2014. Bagi peserta yang lolos, akan berangkat ke Jepang pada awal april 2014.Info diatas di copy langsung dari website kedutaan Jepang di Indonesia http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_slta.htm
Tag :
Educational Japan,
Maskot J-League Berikan Warna di Lapangan
By : Unknown
J-League tidak akan pernah menarik tanpa karakter yang menyenangkan, dan
menjalankan perannya sendiri di dalam dan luar lapangan.
Suporter yang membawa spanduk, bendera dan menyuarakan teriakan semangat menjadi salah satu faktor penting yang menyemarakkan J-League di segala penjuru Jepang.
Namun demikian, ada juga satu grup yang terdiri dari 40 karakter, yang bekerja dari pagi hingga malam di setiap hari pertandingan, yaitu maskot tim J-League.
Warga Jepang menyukai karakter-karakter lucu yang terinspirasi dari binatang atau hal lainnya.
Maskot ini, yang dalam istilah lokal Jepang dinamai yuru-kyara, mewakili segalanya, mulai dari perusahaan, asosiasi tertentu hingga pemerintah lokal.
Nah, tim di J-League juga kemudian menentukan maskot mereka sendiri, tentunya dengan peran tertentu yang dijalankan di dalam atau pun di luar stadion setiap akhir minggu. Yang paling utama adalah menghibur para penonton di stadion, sebelum, saat jeda dan setelah laga.
Maskot-maskot ini awalnya diciptakan untuk menarik perhatian anak-anak, namun fakta di lapangan ternyata mereka dicintai oleh semua kalangan usia dan jenis kelamin.
Sebelum laga, sudah biasa bila Anda melihat antrian pemuda pemudi, baik tua mau pun muda, untuk bisa berfoto dengan maskot klub tersebut. Tak sedikit juga yang kemudian membeli cenderamata dari maskot-maskot ini.
Maskot tersebut juga mewakili kearifan lokal dari daerah yang diwakilinya. Desain maskot biasanya terinspirasi oleh binatang dari daerah lokal.
Maskot-maskot ini juga kerap berpartisipasi dalam sejumlah even lokal seperti pengumpulan dana amal dan festival, yang tidak hanya meningkatkan interaksi antara klub dan penduduk lokal, tapi juga mengundang suporter untuk bisa meramaikan acara itu sendiri.
Di Jepang juga ada momen di mana hampir semua maskot dari segela penjuru berkumpul pada satu momen. Khusus untuk maskot J-League, momen tersebut adalah J-League Supercup.
Di ajang ini, maskot akan saling beradu skill dalam sebuah kompetisi sebelum J-League divisi 1 dan Piala Emperor dimainkan.
Momen lain di mana para maskot berkumpul adalah Laga Spesial J-League, laga amal yang sudah dilangsungkan sejak 2012 untuk mendukung Tohoku.
Maskot merupakan sosok yang berwarna dan memainkan peran penting dalam memberikan hiburan dalam J-League, dan pergi ke stadion tak akan pernah lengkap jika tidak bisa bertemu dengan maskot ini.
Nah, berikut maskot-maskot tim j-league Jepang :
Sanfrecce Hiroshima
Vegelta Sendai
Kashima Antlers
Urawa Reds Diamond
Omiya Ardija
Kashiwa Reysol
F.C Tokyo
Kawasaki Frontale
Yokohama F. Marinos
Shonan Bellmare
Ventforet Kofu
Albirex Niigata
Shimizu S-Pulse
Jubilo Iwata
Nagoya Grampus
Cerezo Osaka
Sagan Tosu
Oita Trinita
Kalo mau liat maskot-maskot tim J-2 bisa ke Sini
Sumber : GOAL dan Website resmi J-League
Suporter yang membawa spanduk, bendera dan menyuarakan teriakan semangat menjadi salah satu faktor penting yang menyemarakkan J-League di segala penjuru Jepang.
Namun demikian, ada juga satu grup yang terdiri dari 40 karakter, yang bekerja dari pagi hingga malam di setiap hari pertandingan, yaitu maskot tim J-League.
Warga Jepang menyukai karakter-karakter lucu yang terinspirasi dari binatang atau hal lainnya.
Maskot ini, yang dalam istilah lokal Jepang dinamai yuru-kyara, mewakili segalanya, mulai dari perusahaan, asosiasi tertentu hingga pemerintah lokal.
Nah, tim di J-League juga kemudian menentukan maskot mereka sendiri, tentunya dengan peran tertentu yang dijalankan di dalam atau pun di luar stadion setiap akhir minggu. Yang paling utama adalah menghibur para penonton di stadion, sebelum, saat jeda dan setelah laga.
Maskot-maskot ini awalnya diciptakan untuk menarik perhatian anak-anak, namun fakta di lapangan ternyata mereka dicintai oleh semua kalangan usia dan jenis kelamin.
Sebelum laga, sudah biasa bila Anda melihat antrian pemuda pemudi, baik tua mau pun muda, untuk bisa berfoto dengan maskot klub tersebut. Tak sedikit juga yang kemudian membeli cenderamata dari maskot-maskot ini.
Maskot tersebut juga mewakili kearifan lokal dari daerah yang diwakilinya. Desain maskot biasanya terinspirasi oleh binatang dari daerah lokal.
Maskot-maskot ini juga kerap berpartisipasi dalam sejumlah even lokal seperti pengumpulan dana amal dan festival, yang tidak hanya meningkatkan interaksi antara klub dan penduduk lokal, tapi juga mengundang suporter untuk bisa meramaikan acara itu sendiri.
Di Jepang juga ada momen di mana hampir semua maskot dari segela penjuru berkumpul pada satu momen. Khusus untuk maskot J-League, momen tersebut adalah J-League Supercup.
Di ajang ini, maskot akan saling beradu skill dalam sebuah kompetisi sebelum J-League divisi 1 dan Piala Emperor dimainkan.
Momen lain di mana para maskot berkumpul adalah Laga Spesial J-League, laga amal yang sudah dilangsungkan sejak 2012 untuk mendukung Tohoku.
Maskot merupakan sosok yang berwarna dan memainkan peran penting dalam memberikan hiburan dalam J-League, dan pergi ke stadion tak akan pernah lengkap jika tidak bisa bertemu dengan maskot ini.
Nah, berikut maskot-maskot tim j-league Jepang :
Sanfrecce Hiroshima
Vegelta Sendai
Kashima Antlers
Urawa Reds Diamond
Omiya Ardija
Kashiwa Reysol
F.C Tokyo
Kawasaki Frontale
Yokohama F. Marinos
Shonan Bellmare
Ventforet Kofu
Albirex Niigata
Shimizu S-Pulse
Jubilo Iwata
Nagoya Grampus
Cerezo Osaka
Sagan Tosu
Oita Trinita
Kalo mau liat maskot-maskot tim J-2 bisa ke Sini
Sumber : GOAL dan Website resmi J-League
Tag :
Sport,
Mengenal Sepak Bola Jepang, J-League!!
By : UnknownMengenal lebih dekat J-League, kompetisi sepakbola terbaik Asia
Sejak didirikan pada 1991, J-League telah menjadi kompetisi terdepan di Asia. Tidak hanya menjadi ajang yang memperoleh animo dalam negeri dan regional, tetapi kompetisi itu telah pula menjadi batu loncatan sejumlah pemain Asia untuk berkiprah di kompetisi top Eropa. Alumnus J-League telah banyak dikenal fans sepakbola dunia, mulai dari Hidetoshi Nakata, Park Ji-sung, Keisuke Honda, hingga Shinji Kagawa.
Selain itu, persaingan sengit juga kerap terjadi di J-League dengan klub-klub yang bergantian mendominasi liga. Mulai dari Verdy Kawasaki, Yokohama Marinos, Jubilo Iwata, Urawa Reds, hingga Gamba Osaka, misalnya. Gairah pun terus meningkat dengan rekor rata-rata penonton yang mampu menyaingi kompetisi top Eropa. Tidak heran jika ternyata semua program pengembangan liga tersusun rapi dalam "Visi Ratusan Tahun" yang diharapkan mampu menciptakan "Negara Bahagia Melalui Olahraga".
Semuanya terangkum dalam sejarah J-League yang disusun GOAL dalam lima bagian:
Di edisi pertama dari lima edisi laporan Goal terkait perkembangan dan sejarah sepakbola Jepang, kami menilik ke belakang awal mula J-League dan cerita sukses pertama Jepang.
J-League pertama kali didirikan pada 1991, dan baru terbuka untuk bisnis pada 1993. Lebih dari 20 tahun kemudian, pergerakan sepakbola Jepang telah berkembang sedemikian rupa. Namun jalan menuju profesionalisme dan sukses masih panjang dan penuh hambatan.
Faktanya pada 1993, sepakbola Jepang telah ada lebih dari 100 tahun lamanya, dengan menilik jauh ke belakang pada 1873, ketika kapal perang Inggris membawa olahraga ini ke Yokohama.
Turnamen pertama, yang kemudian disebut Emperor Cup, dibuka pada 1921, yang juga merupakan momen di mana Asosiasi Sepakbola Jepang (JFA) dibentuk. Hanya empat tim yang ambil bagian dan kemudian jumlahnya terus bertambah dalam beberapa dekade terakhir hingga mencapai 6,000 tim, yang juga menjadi indikator bagus untuk perkembangan sepakbola di Jepang.
Sampai pada dibentuknya sepakbola profesional, ada dua kelompok klub yang mendominasi sepakbola Jepang, yaitu komunitas universitas dan tim dari perusahaan.
Rencana untuk mengembangkan sepakbola di mulai pada 1960-an, dan diciptakan dengan latar belakang ide membawa para pekerja bersama-sama melakukan latihan olahraga, sekaligus menjadi sarana publikasi perusahaan.
Beberapa tahun kemudian, pada 1965, Cramer mengambil peran penting untuk mengstimulasi kelahiran Liga Sepakbola Jepang (JSL), kompetisi nasional pertama. Kontestannya adalah sejumlah klub dari perusahaan, yang memiliki kemampuan mengontrak pemain profesional untuk memperkuat tim dan memberikan pemain-pemain tersebut tugas mudah di perusahaan mereka, terutama pekerjaan di pagi hari, sehingga atlet bisa melakukan latihan dengan benar dan tampil bagus atas nama perusahaan yang mereka wakili.
Pada 1960, Furukawa Electric (yang sekarang ini dikenal JEF United Chiba), menjadi perusahaan pertama yang bisa memenangi Emperor Cup an di tahun berikutnya perusahaan lain seperti Toyo Industries (sekarang menjadi Sanfrecce Hiroshima), Yanmar Diesel (Cerezo Osaka), Mitsubishi Heavy Industries (Urawa Reds) dan sebagainya bergantian meraih gelar. Sementara Waseda, dari komunitas universitas, memenangi gelar di tahun 1966.
Meski perkembangan sepakbola menuju ke level yang lebih baik pada saat itu, daya tarik sepakbola di Jepang belum begitu terlihat. Sering sekali pertandingan dilangsungkan di stadion dengan tanpa penonton. Timnas Jepang juga beberapa kali gagal lolos ke Piala Dunia.
Kesuksesan lebih banyak dibawa oleh pemain yang berlaga di luar Jepang, di antaranya Yasuhiko Okudera, yang meraih gelar Bundesliga Jerman dan DFB Pokal bersama FC Kolns pada 1978 dan dikenal di Jerman dengan sebutan 'Dar gelbe Blitz', atau 'Si Kilat Kuning'.
Arsitek utama yang membangun sepakbola Jepang kemudian adalah Saburo Kawabuchi, yang visinya mengenai kejuaraan profesional bisa menjadi kenyataan pada 1993. Sepuluh klub yang ambil bagian sempat terancam dengan kondisi keuangan di musim pertama J-League, sebelum kemudian mendapatkan sambutan dan antusiasme yang luar biasa dan kemudian menjadi dasar dari berlangsungnya kesuksesan di sepakbola Jepang.
Mungkin cerita paling inspiratif adalah Sumitomo Soccer Club, klub kecil yang pencapaian terbaik mereka adalah menjadi juara divisi dua JSL di musim 1986/87. Sumimoto sempat melakukan dengan Kawabuchi pada 1992 untuk bisa bergabung sebagai anggota. Namun keinginan mereka ditolak.
Pihak Kawabuchi mengklaim peluang Sumimoto bergabung adalah 99.9999 persen tidak mungkin.
Masaru Suzuki, presiden klub Sumimoto membalasnya dengan menyatakan: "Itu berarti kami masih punya peluang sebesar 0.0001 persen, ya kan?"
Dan mereka benar mewujudkannya dan setelah membangun stadion pertama di Jepang pada waktu itu, Sumimoto berubah kulit menjadi Kashiwa Antlers, klub tersukses Jepang sampai saat ini.
Namun, mereka bukan kekuatan dominan di sepakbola Jepang pada 1993. Keistimewaan itu didapat Verdy Kawasaki dan Yokohama Marinos, dua tim yang yang melakoni laga bersejarah pembuka kompetisi J-League.
18 bulan setelah dibentuknya J-League sebagai sebuah perusahaan, sekitar 60.000 fans berkerumun di depan stadion Nasional, Tokyo untuk bisa mendapatkan tiket pertandingan pertama.
Yang jadi MC pada waktu itu adalah Kawabuchi, yang sudah berusia 57 tahun. Sambutan yang diberikannya tak muluk-muluk, tapi sangat menginspirasi.
"Didukung oleh semua orang Jepang yang mencintai sepakbola, J-League merupakan mimpi yang melangkahkah kakinya untuk bisa menjadi kenyataan," demikian.
Hasilnya, laga pembuka dimenangi Marinos dengan skor 2-1. Namun hasil tersebut tak lebih penting dari momentum laga itu sendiri, di mana atmosfer dan segalanya sangat luar biasa. Laga pembuka memang sudah selesai, tapi sepakbola Jepang baru saja dimulai.
Dalam edisi kedua dari lima bagian seri sejarah J-League, Goal melihat ke belakang pada kesuksesan Verdy dan datangnya legenda Brasil, Zico, sebagai katalis untuk perkembangan.
Tiga klub lain berasal dari kota besar industri di pantai pasifik, yaitu Nagoya Grampus Eight, Gamba Osaka, dan Sanfrecce Hiroshima.
Klub paling populer, tidak diragukan lagi adalah Verdy Kawasaki. Banyak pemain mereka, seperti Kazuyoshi Miura, Nobuhiro Takeda, dan Tsuyoshi Kitazawa, memiliki citra sebagai "rock star" yang membedakan J-League dari kebanyakan pemain baseball, olahraga paling populer di Jepang.
Musim pertama berstruktur dua kejuaraan, masing-masing menerapkan sisem round-robin, di mana tim akan bermain kandang dan tandang, untuk total 36 pertandingan setiap klub. Pemenang kejuaraan musim semi dan pemenang musim gugur akan bertemu di final, yang juga digelar dua kali, untuk menentukan juara sejati musim itu.
Sistem yang tidak biasa itu memberikan beberapa keuntungan, pertama, menjamin final menarik yang mirip dengan sistem baseball Jepang dengan Nippon Series mereka, sebuah model kompetisi yang paling dikenal oleh kebanyakan penggemar olahraga di Jepang.
Terlebih lagi, sistem dua kejuaraan akan membuat tensi tetap tinggi hingga akhir musim karena setelah kejuaraan pertama, klasemen akan jadi diulang dan persaingan merebut spot untuk final dimulai dari nol.
Sistem dua kejuaraan dan pertandingan final digunakan dari tauhn 1993 hingga 2004, dengan pengecualian tahun 1996, yang akan dijelaskan lebih lanjut di edisi berikutnya.
Hal lain yang menarik pada sepakbola Jepang saat itu adalah sebuah pertandingan harus berakhir dengan pemenang. Harus. Di sebuah negara dengan tradisi kuat bela diri, pertarungan diharapkan diakhiri dengan pemenang dan pecundang yang jelas.
Karena itu, kapan pun pertandingan imbang selama 90 menit, tim akan bermain dua kali 15 menit babak tambahan, hingga sebuah gol kemenangan atau "V-goal" tercipta. Jika kedua tim tetap imbang setelah bermain dua jam, duel akan diakhiri dengan penalti.
Tidak masalah jika 28 tendangan penalti sekaligus dibutuhkan untuk mencari pemenang, seperti yang terjadi saat pertandingan antara Nagoya Grampus Eight dan Urawa Reds pada Maret 1995, salah satu tim harus menang!
Pada 1993, J-League mendapatkan izin dari FIFA untuk mendaftar tim di klasemen menurut jumlah kemenangan, karena tidak ada poin yang dihitung. Kemenangan 5-0 dalam 90 menit, atau 1-0 di penalti, tidak membuat perbedaan.
Dan berbicara kemenangan, Antlers dan Verdy, masing-masing berhasil memenangi dua kejuaraan pada 1993 dan berhak melaju ke final yang dimainkan di National Stadium, Tokyo pada Januari 1994.
Pertandingan pertama didesain sebagai laga kandang Antlers, tetapi Verdy sukses memetik kemenangan 2-0. Miura mencetak gol pertama di menit ke-60, dan pemain asal Brasil Bismark mencetak gol melalui tandukan memanfaatkan tendangan penjuru beberapa detik sebelum waktu normal habis.
Pertandingan kedua, setidaknya di media, hanya sebuah formalitas untuk Verdy, tetapi Antlers tidak sepakat. Tim kuda hitam yang dipimpin oleh legenda Brasil, Arthur Coimbra Zico, yang absen di laga final pertama, masuk dalam daftar starter. Sementara banyak pemain Verdy yang mengatakan menghadapi sosok juara asal Brasil adalah sebuah kehormatan dan memberi motivasi, Zico yang saat itu berusia 40 tahun, masih menjadi pemain yang di atas rata-rata untuk J-League.
Pada menit ke-38, rekan setimnya, Alcindo, mencetak gol melalui tendangan voli dan kembali memanaskan persaingan. Klimaksnya terjadi di babak kedua. Penalti kontroversial diberikan setelah pemain Verdy asal Brasil, Paulo, terjatuh karena sedikit sentuhan. Kali ini "King Kazu" mencetak gol dan tampak menyegel kemenangan. Bagaimanapun juga, apa yang terjadi sebelum bola ditendang yang masuk ke dalam sejarah.
Saat Miura siap melakukan tendangan penentu, Zico, yang masih marah dengan keputusan wasit, berjalan ke titik putih, dan tanpa basa-basi meludahi bola. Usai kekacauan di atas lapangan, Zico mendapatkan kartu kuning kedua dan dipaksa keluar dari lapangan.
Terlepas dari insiden itu, itu adalah waktu di mana Verdy Kawasaki merayakan gelar juara pertama mereka. Pada November, mereka juga memenangkan gelar Piala Liga kedua, yang sekarang disponsori oleh Nabisco. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kompetisi tertua J-League digunakan sebagai percobaan untuk menggelar J-League pada 1992, dan dimenangkan oleh Verdy.
Kazu meraih penghargaan sebagai MVP musim itu, tetapi dia bukan top skor. Dia mencetak total 20 gol, tertinggal delapan gol dari Ramon Diaz. Pada tahun pertama, rata-rata penonton liga sekitar 18 ribu setiap pertandingan dan total lebih dari 3,2 juta suporter yang menyaksikan pertandingan.
Bagian ketiga ini berkisah tentang perjuangan tim-tim J-League di akhir 1990-an, kebangkitan Kashima Antlers & Jubilo Iwata, serta kejatuhan Yokohama Flugels.
Periode 1996 hingga 2002 bisa dikatakan sebagai masa-masa sulit J-League. Dalam kurun waktu tersebut sampai dimulainya Piala Dunia 2002, J-League mengalami kemerosotan seperti keadaan ekonomi Jepang pada waktu itu.
Di tahun 1996 itu, J-League kedatangan dua klub dari area Kansai, yakni Cerezo Osaka (yang sudah promosi pada tahun 1995) dan Kyoto Purple Sanga. Tahun tersebut juga menandakan hadirnya klub yang bukan berasal dari pulau utama Jepang (Pulau Honshu) untuk pertama kali, yakni Avispa Fukuoka yang berasal dari utara Pulau Kyushu. Dengan komposisi 16 tim, tiap klub J-League kini melakoni bisa melakoni 30 pertandingan per musimnya untuk menyamai jumlah laga di kebanyakan liga-liga Eropa. Namun sebenarnya, bencana baru saja datang.
Dengan keadaaan ekonomi Negeri Sakura yang karut-marut, sepakbola tampaknya sama sekali tidak diperhitungkan. Rata-rata kehadiran penonton di stadion hanya sebesar 13.353 penonton per laga. Beberapa pemain bintang, seperti Pierre Littbarski (yang tampil di Japan Football League/JFL, liga divisi dua yang masih semi-profesional) dan Gary Lineker sudah pergi, termasuk Zico yang juga memutuskan pensiun.
Setelah di tiga tahun awal mencatat rekor kehadiran penonton (tahun 1995 mencapai 6,5 juta penonton), tiba-tiba antusiasme itu merosot tajam di tahun 1997 (kurang dari 3,5 juta penonton). Meski demikian, pada saat-saat ini lahirlah fans hardcore, yakni sekumpulan suporter yang mengikuti tim kesayangannya berlaga kandang-tandang, mendukungnya dengan spanduk dan bendera warna-warni, dan tentunya nyanyian 90 menit tanpa henti.
Tahun 1997, format liga kembali berubah menjadi dua ronde per musimnya (juara liga ditentukan lewat partai final antara pemenang ronde pertama vs pemenang ronde kedua). Format pertandingan pun juga berubah: pemenang dalam 90 menit pertama mendapat tiga poin, Gol pada perpanjangan waktu (V-goal) dihitung dua poin, sementara menang lewat adu penalti hanya dihitung satu poin.
Kashima Antlers muncul sebagai juara liga untuk pertama kali pada tahun 1996. Klub lain yang mendominasi pada era tersebut adalah Jubilo Iwata. Dominasi kedua klub ini benar-benar absolut. Tujuh musim selama kurun waktu 1996-2002, Antlers mengemas empat kali juara liga dan Jubilo meraih tiga tersisa. Selama 12 ronde yang dimainkan pada 1997 dan 2002, Antlers memenangi empat sedangkan Jubilo enam kali. Dalam tahun terakhir supremasi mereka, yakni pada tahun 2002, Iwata menjadi tim pertama yang memenangi kedua ronde, sehingga tak perlu J-League tak perlu mengadakan final untuk memastikan peraih gelar juara.
Beberapa pemain terkenal muncul dalam periode ini. Ada Dunga (Jubilo Iwata) yang tekenal karena memperkenalkan konsep "malicia" - sebuah kata dari bahasa Portugis - ke kamus Jepang. Pria Brasil ini sering masuk headline berita karena ketahuan "menghina" rekan setimnya sendiri selama pertandingan. Dunga tak pernah ragu untuk mengkritik youngster semacam Naohiro Takahara, dan juga tak terintimidasi oleh pahlawan lokal Jubilo, Hiroshi Nanami, Toshiya Fujita, ataupun sang striker legendaris Masashi "Gon" Nakayama.
Jika Jubilo Iwata punya Dunga, maka Kashima Antlers punya Leonardo, meski pada akhirnya ia meninggalkan Jepang pada akhir 1996. Leonardo, yang juga pemain Brasil, merupakan pemain berkelas yang tampil mengesankan dan cerdik. Ia termasuk dalam sedikit pemain dari luar J-League yang mau mempelajari bahasa Jepang.
Kehadiran duo Brasil di J-League itu tidak akan lengkap tanpa kehadiran Dragan Stojkovic. Gelandang serang asal Yugoslavia ini sempat membela Nagoya Grampus pada 1994 hingga 2001 dan disenangi fans karena permainan sepakbolanya yang sangat halus. Pixy, julukannya, adalah seorang playmaker yang sangat bertalenta. Stojkovic juga sempat membuat geram wasit Jepang dengan kelakuannya. Salah satunya adalah saat ia merebut kartu kuning dari wasit dan menodongkan balik kartu tersebut ke sang pengadil lapangan. Ia pun langsung diusir sang wasit.
Kembali ke persaingan Jubilo dan Antlers. Persaingan dua kuda pacuan itu mencapai puncaknya pada tahun 1999 dan 2000. Jubilo menjadi tim pertama Jepang yang memenangi Liga Champions Asia pada 1999. Sedangkan Antlers mencatatkan treble satu tahun setelahnya: memenangi liga, menjuarai Yamazaki Nabisco League Cup, dan merebut Emperor Cup.
Dua perkembangan besar terjadi pada struktur dan regulasi J-League, yakni pada tahun 1999. Pertama, adu penalti ditiadakan. Kedua, tim yang telah bertarung selama 120 menit akan diberikan masing-masing satu poin. Namun, perubahan yang sesungguhnya terjadi pada tahun itu juga, yakni diperkenalkannya J2, divisi dua, yang diikuti 10 tim. Perubahan ini membuat aktifnya sistem promosi dan degradasi.
Sejalan dengan kemerosotan ekonomi Jepang, ada pula klub yang ikut jatuh. Pada tahun 1998, Yokohama Flugels yang merupakan klub pelopor J-League, mengalami kebangkrutan. Mereka juga mengumumkan telah merger dengan rival sekota, Yokohama Marinos.
Di musim terakhirnya, ketika takdir buruk sudah dipastikan, Flugels menjadi tim kejutan di Emperor Cup. Tim yang dipimpin oleh pelatih asal Jerman Gert Engels ini melaju hingga babak final. Dukungan publik dan komuntas Jepang selalu mengalir kepada para pemain Fluegels. Mereka akhirnya berhasil mengalahkan Shimizu S-Pulse di final di mana laga tersebut dinobatkan sebagai partai paling dramatis dalam sejarah sepakbola Jepang.
Klub yang bubar itu lalu dibentuk kembali oleh sekumpulan suporter dan diganti namanya menjadi Yokohama FC. Mereka masuk lewat JFL, yang merupakan divisi ketiga, lalu promosi ke J2 pada 2001. Keyakinan kuat dari para mantan suporter Fuluegels itu telah mengindikasikan ada passion dari publik Jepang akan sepakbola.
Segalanya berpuncak pada tahun 2002, tahun di mana Jepang dan Korea Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia. Timnas Jepang yang dipimpin oleh Philippe Troussier sanggup lolos ke babak 16 besar namun langkah mereka dihentikan oleh Turki, yang menjadi juara ketiga dalam turnamen itu. Meski demikian, penampilan tersebut sanggup mengobati kekecewaan Jepang di PD 1998, di mana tim Samurai Biru yang dilatih Takashi Okada bertarung dengan baik namun kalah di tiga pertandingan grup.
Di bagian keempat rangkaian sejarah J-League, Goal menggambarkan kemenangan Gamba Osaka dan Urawa Reds di Benua Kuning serta awal mula karier pemain Jepang di Eropa.
Diawali oleh sang pemberani Kazu Miura yang mengadu nasib ke Italia bersama Genoa pada 1994, jejaknya kemudian diikuti oleh beberapa pemain lainnya. Sayang, kariernya tak berjalan mulus. Sampai akhirnya muncul lah nama Hidetoshi Nakata ke Perugia pada 1998, mulai saat itu sepakbola Jepang mulai dipandang serius di Benua Lama.
Butuh usaha kolektif selama sepuluh tahun, tapi "Hide" akhirnya mencuri perhatian dengan sepasang gol ke gawang Juventus ketika berseragam AS Roma, sekaligus membuka jalan buat pemain lain yang ingin mengikuti jejaknya. Shinji Ono (di Feyenoord dari 2001), Naohiro Takahara (Boca Juniors mulai 2001), Junichi Inamoto (Arsenal mulai 2001), Shunsuke Nakamura (Reggina mulai 2002), dan banyak pemain lainnya, yang mendapat label "generasi emas" setelah sukses menyabet medali perak di Piala Dunia U-20 1999, mencoba peruntungan di luar negeri.
Karier Nakata di Eropa naik turun, sampai akhirnya dia memutuskan menyudahi petualangannya pada 2006, saat usianya belum 30 tahun. Tapi, dia pulang dengan kepala tegak, membawa Scudetto bersama Roma dan Coppa Italia yang dilklaimnya ketika berseragam Parma.
Kembali ke Jepang. Pada 2003 dan 2004 kompetisi didominasi oleh satu klub: Yokohama F. Marinos ("F" ditambahkan sebagai penghormatan kepada Fluegels). Diarsiteki Takeshi Okada, yang membawa Jepang di Piala Dunia 1998, The Sailors memenangkan gelar format "dua babak" pada 2003 dan secara dramatis menang di final 2004 atas Urawa Reds, setelah serangkaian ketidakberuntungan di kompetisi.
Berbasis di Saitama, kawasan utara Tokyo, Reds menjadi klub pertama yang mampu mengumpulkan banyak suporter. Dengan stadion berkapasitas 60 ribu kursi, yang dibangun untuk menggelar debut Jepang di Piala Dunia 2002, klub memiliki jajaran pemain kelas atas Jerman (Uwe Bein, Guido Buchwald, Michael Rummenigge, dll) yang memenangkan Emperor Cup pada 2005, trofi pertama mereka.
Rival utama mereka adalah klub pinggiran kota, Gamba, yang terletak sekitar 7 km di luar sungai Yudo di pinggiran utara Osaka. Persaingan antara kedua klub ini disebabkan banyaknya pertandingan kenangan yang dimulai pada 2005. Setelah saling sikut, masing-masing tim akhirnya mencatat kemenangan perdana mereka, gelar yang amat bersejarah: Gamba merengkuhnya pada 2005, sementara Reds akhirnya menyabet titel pertama di J-League di tahun berikutnya.
Melihat tahun-tahun yang menyenangkan tersebut, ada insiden yang paling mengejutkan yang terjadi di hari terakhir musim 2005. Pada 3 Desember, lima tim melangkah ke lapangan dengan kesempatan menyabet gelar: selain Reds, ada JEF United, Antlers, dan dua klub Osaka, dengan Cerezo mengoleksi poin lebih banyak dibandingkan yang lain dan menjadi satu-satunya tim yang menentukan nasib mereka.
Tim kuda hitam tampak di atas angin, karena mereka masih unggul 2-1 dari FC Tokyo di menit ke-90, tapi gol telat yang dicetak Yasuyuki Konno melempar mereka hingga ke peringkat lima klasemen dengan perbedaan selisih gol. Sang rival sekota, Gamba Osaka, yang menang 4-2 di Kawasaki Frontale akhirnya keluar sebagai juara. Trofi juara yang sudah dikeluarkan dari kotaknya di Stadion Nagai, karena sebelumnya hampir diberikan kepada Cerezo, dengan cepat dikirim ke markas Gamba.
Gamba dan Reds merupakan klub pertama setelah Antlers pada 1996 yang memenangkan J-League dengan format satu babak ketika liga kembali ke format tersebut pada 2005, setelah pada 2003 mereka mengadopsi sistem standar internasional: pertandingan 90 menit, tiga poin untuk tim pemenang, satu untuk hasil imbang, dan nol untuk kalah.
Dua klub yang sama juga menjadi yang pertama memenangkan Liga Champions Asia dalam format baru: Reds dan ribuan suporter setia sukses menggulingkan wakil Iran Sepahan pada 2007, sementara Gamba menyabetnya di 2008, setelah mengeliminasi Reds di semi-final. Situasi tersebut menjadi bukti era keemasan buat klub-klub Jepang di Asia.
Sukses di turnamen Benua Kuning memberikan kesempatan kepada Gamba dan Reds berjumpa dua raksasa sepakbola Eropa di ajang Piala Dunia Antarklub: Reds menyerah dari AC Milan pada 2007, lalu Gamba dicukur 5-3 oleg Manchester United pada 2008, dua hasil terhormat untuk wakil Asia.
Mengapa terhormat? Karena terlepas dari kekalahan tersebut, dua pertandingan yang diperjuangkan habis-habisan oleh tim Jepang, membantu menaikkan pandangan dunia terhadap J-League, meski kampanye kurang memuaskan disuguhkan timnas di Jerman 2006.
Tapi, faktor paling penting mungkin adalah, meski akhirnya meninggalkan format dua babak, jumlah penonton terus meningkat, karena hampir semua perebutan gelar harus ditentukan hingga hari-hari terakhir musim kompetisi.
Sejak 2005, J1 tumbuh menjadi 18 klub, sama dengan jumlah sebagian besar liga top Eropa, sementara J2 masih terus berkembang, dengan melibatkan 12 klub pada 2001 dan 13 di 2006.
Sejak 2004 sampai 2008, satu tempat promosi dari J2 ke J1 diperebutkan melalui laga play-off kandang dan tandang yang dimainkan antara tim yang finis ketiga dari posisi buncit J1 dan ketiga di J2. Pertandingan yang disebut "Irekae-sen" ini menyuguhkan sejumlah musim drmatis dan penampilan bersejarah, termasuk kemenangan Ventforet Kofu atas Kashiwa Reysol dengan skor 6-2 pada 2005, di mana pemain asal Brasil, Bare, mencetak enam gol sekaligus, "double hat-trick".
Di bagian terakhir ini kita akan membahas soal kompetisi J-League dalam beberapa tahun terakhir, termasuk ketatnya persaingan di J1 sebagaimana perluasan kompetisi di Jepang.
Tahun-tahun dari 2007 hingga sekarang adalah fase final dalam pematangan sepakbola Jepang, dan hal tersebut merupakan konsolidasi dari J-League. Sejak 2004, jumlah penonton terbilang stabil, dengan J1 rata-rata disaksikan oleh 18.000 hingga 19.000 suporter, dan 6.000 hingga 7.000 untuk J2. Sebuah angka yang bahkan mengalahkan beberapa liga di Eropa.
Kashima Antlers, yang sempat dihuni Zico selama tiga musim semi pada pertengahan 90-an, mengontrak Oswaldo Oliviera sebagai pelatih kepala. Pria Brasil itu sukses menghadirkan tiga gelar J-League dari 2007 hingga 2009 (sebuah rekor), dan melanjutkan seri kejayaan dengan memenangi Piala Emperor pada 2010 dan sebuah Piala Liga Yamazaki Nabisco pada 2011. Tim itu kemudian dilatih lagi oleh sosok Brasil lainnya, Jorginho, yang sukses mempertahankan gelar Piala Liga pada 2012. Antlers sendiri untuk saat ini merupakan klub dengan gelar terbanyak di Jepang, dengan total 20 piala.
Namun, ada banyak cerita lagi yang hadir dalam beberapa tahun terakhir. Tengoklah Nagoya Grampus pada 2010 dan Sanfrecce Hiroshima pada 2012 yang memenangi trofi J-League untuk pertama kalinya dengan dibimbing mantan pemainnya: Dragan Stojkovic dan Hajime Moriyasu.
Mungkin, apa yang terjadi di 2011 terbilang lebih menarik, saat tim promosi Kashiwa Reysol, yang ditukangi oleh juru taktik asal Brasil, Nelsinho, sukses memenangkan trofi J-League tepat setahun setelah mereka promosi dari J2 - sebuah peristiwa langka di sepakbola.
Di akhir musim tersebut, Reysol mewakili Jepang di Piala Dunia Antarklub, yang di mana mereka sukses merebut posisi empat besar setelah bertarung di babak semi-final melawan tim Brasil Santos. Saat itu, tim asuhan Nelsinho memberikan perlawanan nyata kepada Neymar Jr. dan rekan-rekannya.
Namun, dimensi internasional yang baru dicapai oleh sepakbola Jepang lebih baik jika dinyatakan dalam jumlah pemain yang dibesarkan di J-League dan dipekerjakan oleh klub-klub Eropa. Pada 2013, sekitar 30 pemain Jepang tinggal di benua tua, dengan sosok seperti Shinji Kagawa, Keisuke Honda dan Yuto Nagatamo semuanya sukses meraih gelar juara bersama klubnya masing-masing dan menjadi figur populer di dunia.
Pada 2010, Jepang memainkan Piala Dunia keempatnya secara beruntun di Afrika Selatan, dengan dipimpin lagi oleh Takeshi Okada, dan tampil secara positif. Mereka tersisih setelah kalah dalam adu tendangan penalti melawan Paraguay di babak 16 besar. Hasil tersebut membuktikan bahwa mereka lebih baik ketimbang kekuatan sepakbola seperti Italia dan Prancis yang tersingkir di babak penyisihan grup.
Selain sosok Honda, pemain yang menarik perhatian pemerhati sepakbola internasional di turnamen ini adalah Yuji Nakazawa dan Marcus Tulio Tanaka. Keduanya lahir dan dibesarkan oleh J-League, berposisi sebagai bek tengah, dan membantu lini belakang Jepang dengan hanya kebobolan dua gol dalam empat laga.
Setahun berselang, tepatnya pada 2011, Jepang dihantam oleh bencana alam paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir, yakni ketika gempa dan tsunami meluluhlantakkan area di sebelah utara negara itu pada 11 Maret.
Sepakbola lantas menjadi katalis untuk solidaritas, sebagaimana di seluruh penjuru negeri saling memberi support untuk membantu daerah yang membutuhkan bantuan. Pada 29 Maret, tim nasionalnya, yang dipimpin oleh manajer asal Italia Alberto Zaccheroni, berkumpul lagi di Osaka untuk menghadapi pemain all-star dari J-League yang kemudian diberi nama "Team as One". Partai malam itu dihiasi dengan sebuah gol dari pemain veteran Kazu Miura, yang saat itu berusia 44 tahun, yang lantas menandai rangkaian panjang acara solidaritas yang berlanjut hingga hari ini.
Terbentuknya persahabatan di kalangan suporter merupakan karakteristik yang meliputi J-League sejak hari-hari awal, dan meskipun para pendukung tersebut dipisahkan dalam ultras, mirip dengan mereka yang di Eropa, namun segala bentuk kekeresan hampir tidak pernah terdengar, dan mereka akan membulatkan suara untuk mengutuknya.
Keterlibatan klub dengan komunitas mereka telah membantu untuk menciptakan suasana yang sangat ramah di stadion. Bahkan, lebih dari 40 persen penonton di J-League saat ini adalah perempuan, dan sangat umum untuk mendapati anak-anak dan orang tua di tribun yang ingin menikmati pertandingan dengan keluarga mereka.
Di atas lapangan, sebagaimana pemain-pemain top hijrah menuju Eropa, mereka lantas digantikan oleh bibit baru dari sistem akademi klub, dengan sepakbola Jepang yang terus mengalami perkembangan baik secara taktik dan teknik.
Musim 2013 ini diisi dengan 18 klub yang bermain di J1 dan 22 di J2, dan mereka akan kedatangan 12 klub lainnya pada 2014 ketika mereka membuka divisi tiga (J3) yang pada akhirnya akan membuat klub profesional di Jepang ada 52.
Pertumbuhan sepakbola Jepang sebelumnya sudah direncanakan dengan matang dengan membuat program terencana yang oleh J-League disebut “Visi Ratusan Tahun” yang bertujuan untuk mempromosikan sepakbola dalam rangka menciptakan “Sebuah Negara Bahagia Melalui Olahraga.”
Prestasi yang telah digapai oleh sepakbola Jepang dalam 20 tahun terakhir terbilang mengesankan. Dan atas keberhasilan tersebut, diharapkan akan ada lebih banyak orang lagi di dunia yang akan menikmati J-League sebagaimana yang telah dilakukan jutaan fans di Jepang.
Setelah baca sejarahnya, monggo mampir dulu ke channel youtube nya j-league , langsung ke tkp
Nah itu tadi sejarah tentang J-League, semoga Sepok bola Indonesia juga bisa kaya Jepang ya.
Sekarang kalo mau liat klasement J-League ter update langsung ke Sini
Sejak didirikan pada 1991, J-League telah menjadi kompetisi terdepan di Asia. Tidak hanya menjadi ajang yang memperoleh animo dalam negeri dan regional, tetapi kompetisi itu telah pula menjadi batu loncatan sejumlah pemain Asia untuk berkiprah di kompetisi top Eropa. Alumnus J-League telah banyak dikenal fans sepakbola dunia, mulai dari Hidetoshi Nakata, Park Ji-sung, Keisuke Honda, hingga Shinji Kagawa.
Selain itu, persaingan sengit juga kerap terjadi di J-League dengan klub-klub yang bergantian mendominasi liga. Mulai dari Verdy Kawasaki, Yokohama Marinos, Jubilo Iwata, Urawa Reds, hingga Gamba Osaka, misalnya. Gairah pun terus meningkat dengan rekor rata-rata penonton yang mampu menyaingi kompetisi top Eropa. Tidak heran jika ternyata semua program pengembangan liga tersusun rapi dalam "Visi Ratusan Tahun" yang diharapkan mampu menciptakan "Negara Bahagia Melalui Olahraga".
Semuanya terangkum dalam sejarah J-League yang disusun GOAL dalam lima bagian:
Di edisi pertama dari lima edisi laporan Goal terkait perkembangan dan sejarah sepakbola Jepang, kami menilik ke belakang awal mula J-League dan cerita sukses pertama Jepang.
J-League pertama kali didirikan pada 1991, dan baru terbuka untuk bisnis pada 1993. Lebih dari 20 tahun kemudian, pergerakan sepakbola Jepang telah berkembang sedemikian rupa. Namun jalan menuju profesionalisme dan sukses masih panjang dan penuh hambatan.
Faktanya pada 1993, sepakbola Jepang telah ada lebih dari 100 tahun lamanya, dengan menilik jauh ke belakang pada 1873, ketika kapal perang Inggris membawa olahraga ini ke Yokohama.
Turnamen pertama, yang kemudian disebut Emperor Cup, dibuka pada 1921, yang juga merupakan momen di mana Asosiasi Sepakbola Jepang (JFA) dibentuk. Hanya empat tim yang ambil bagian dan kemudian jumlahnya terus bertambah dalam beberapa dekade terakhir hingga mencapai 6,000 tim, yang juga menjadi indikator bagus untuk perkembangan sepakbola di Jepang.
Sampai pada dibentuknya sepakbola profesional, ada dua kelompok klub yang mendominasi sepakbola Jepang, yaitu komunitas universitas dan tim dari perusahaan.
Rencana untuk mengembangkan sepakbola di mulai pada 1960-an, dan diciptakan dengan latar belakang ide membawa para pekerja bersama-sama melakukan latihan olahraga, sekaligus menjadi sarana publikasi perusahaan.
Beberapa tahun kemudian, pada 1965, Cramer mengambil peran penting untuk mengstimulasi kelahiran Liga Sepakbola Jepang (JSL), kompetisi nasional pertama. Kontestannya adalah sejumlah klub dari perusahaan, yang memiliki kemampuan mengontrak pemain profesional untuk memperkuat tim dan memberikan pemain-pemain tersebut tugas mudah di perusahaan mereka, terutama pekerjaan di pagi hari, sehingga atlet bisa melakukan latihan dengan benar dan tampil bagus atas nama perusahaan yang mereka wakili.
Pada 1960, Furukawa Electric (yang sekarang ini dikenal JEF United Chiba), menjadi perusahaan pertama yang bisa memenangi Emperor Cup an di tahun berikutnya perusahaan lain seperti Toyo Industries (sekarang menjadi Sanfrecce Hiroshima), Yanmar Diesel (Cerezo Osaka), Mitsubishi Heavy Industries (Urawa Reds) dan sebagainya bergantian meraih gelar. Sementara Waseda, dari komunitas universitas, memenangi gelar di tahun 1966.
Meski perkembangan sepakbola menuju ke level yang lebih baik pada saat itu, daya tarik sepakbola di Jepang belum begitu terlihat. Sering sekali pertandingan dilangsungkan di stadion dengan tanpa penonton. Timnas Jepang juga beberapa kali gagal lolos ke Piala Dunia.
Kesuksesan lebih banyak dibawa oleh pemain yang berlaga di luar Jepang, di antaranya Yasuhiko Okudera, yang meraih gelar Bundesliga Jerman dan DFB Pokal bersama FC Kolns pada 1978 dan dikenal di Jerman dengan sebutan 'Dar gelbe Blitz', atau 'Si Kilat Kuning'.
Arsitek utama yang membangun sepakbola Jepang kemudian adalah Saburo Kawabuchi, yang visinya mengenai kejuaraan profesional bisa menjadi kenyataan pada 1993. Sepuluh klub yang ambil bagian sempat terancam dengan kondisi keuangan di musim pertama J-League, sebelum kemudian mendapatkan sambutan dan antusiasme yang luar biasa dan kemudian menjadi dasar dari berlangsungnya kesuksesan di sepakbola Jepang.
Mungkin cerita paling inspiratif adalah Sumitomo Soccer Club, klub kecil yang pencapaian terbaik mereka adalah menjadi juara divisi dua JSL di musim 1986/87. Sumimoto sempat melakukan dengan Kawabuchi pada 1992 untuk bisa bergabung sebagai anggota. Namun keinginan mereka ditolak.
Pihak Kawabuchi mengklaim peluang Sumimoto bergabung adalah 99.9999 persen tidak mungkin.
Masaru Suzuki, presiden klub Sumimoto membalasnya dengan menyatakan: "Itu berarti kami masih punya peluang sebesar 0.0001 persen, ya kan?"
Dan mereka benar mewujudkannya dan setelah membangun stadion pertama di Jepang pada waktu itu, Sumimoto berubah kulit menjadi Kashiwa Antlers, klub tersukses Jepang sampai saat ini.
Namun, mereka bukan kekuatan dominan di sepakbola Jepang pada 1993. Keistimewaan itu didapat Verdy Kawasaki dan Yokohama Marinos, dua tim yang yang melakoni laga bersejarah pembuka kompetisi J-League.
18 bulan setelah dibentuknya J-League sebagai sebuah perusahaan, sekitar 60.000 fans berkerumun di depan stadion Nasional, Tokyo untuk bisa mendapatkan tiket pertandingan pertama.
Yang jadi MC pada waktu itu adalah Kawabuchi, yang sudah berusia 57 tahun. Sambutan yang diberikannya tak muluk-muluk, tapi sangat menginspirasi.
"Didukung oleh semua orang Jepang yang mencintai sepakbola, J-League merupakan mimpi yang melangkahkah kakinya untuk bisa menjadi kenyataan," demikian.
Hasilnya, laga pembuka dimenangi Marinos dengan skor 2-1. Namun hasil tersebut tak lebih penting dari momentum laga itu sendiri, di mana atmosfer dan segalanya sangat luar biasa. Laga pembuka memang sudah selesai, tapi sepakbola Jepang baru saja dimulai.
Dalam edisi kedua dari lima bagian seri sejarah J-League, Goal melihat ke belakang pada kesuksesan Verdy dan datangnya legenda Brasil, Zico, sebagai katalis untuk perkembangan.
Tiga klub lain berasal dari kota besar industri di pantai pasifik, yaitu Nagoya Grampus Eight, Gamba Osaka, dan Sanfrecce Hiroshima.
Klub paling populer, tidak diragukan lagi adalah Verdy Kawasaki. Banyak pemain mereka, seperti Kazuyoshi Miura, Nobuhiro Takeda, dan Tsuyoshi Kitazawa, memiliki citra sebagai "rock star" yang membedakan J-League dari kebanyakan pemain baseball, olahraga paling populer di Jepang.
Musim pertama berstruktur dua kejuaraan, masing-masing menerapkan sisem round-robin, di mana tim akan bermain kandang dan tandang, untuk total 36 pertandingan setiap klub. Pemenang kejuaraan musim semi dan pemenang musim gugur akan bertemu di final, yang juga digelar dua kali, untuk menentukan juara sejati musim itu.
Sistem yang tidak biasa itu memberikan beberapa keuntungan, pertama, menjamin final menarik yang mirip dengan sistem baseball Jepang dengan Nippon Series mereka, sebuah model kompetisi yang paling dikenal oleh kebanyakan penggemar olahraga di Jepang.
Terlebih lagi, sistem dua kejuaraan akan membuat tensi tetap tinggi hingga akhir musim karena setelah kejuaraan pertama, klasemen akan jadi diulang dan persaingan merebut spot untuk final dimulai dari nol.
Sistem dua kejuaraan dan pertandingan final digunakan dari tauhn 1993 hingga 2004, dengan pengecualian tahun 1996, yang akan dijelaskan lebih lanjut di edisi berikutnya.
Hal lain yang menarik pada sepakbola Jepang saat itu adalah sebuah pertandingan harus berakhir dengan pemenang. Harus. Di sebuah negara dengan tradisi kuat bela diri, pertarungan diharapkan diakhiri dengan pemenang dan pecundang yang jelas.
Karena itu, kapan pun pertandingan imbang selama 90 menit, tim akan bermain dua kali 15 menit babak tambahan, hingga sebuah gol kemenangan atau "V-goal" tercipta. Jika kedua tim tetap imbang setelah bermain dua jam, duel akan diakhiri dengan penalti.
Tidak masalah jika 28 tendangan penalti sekaligus dibutuhkan untuk mencari pemenang, seperti yang terjadi saat pertandingan antara Nagoya Grampus Eight dan Urawa Reds pada Maret 1995, salah satu tim harus menang!
Pada 1993, J-League mendapatkan izin dari FIFA untuk mendaftar tim di klasemen menurut jumlah kemenangan, karena tidak ada poin yang dihitung. Kemenangan 5-0 dalam 90 menit, atau 1-0 di penalti, tidak membuat perbedaan.
Dan berbicara kemenangan, Antlers dan Verdy, masing-masing berhasil memenangi dua kejuaraan pada 1993 dan berhak melaju ke final yang dimainkan di National Stadium, Tokyo pada Januari 1994.
Pertandingan pertama didesain sebagai laga kandang Antlers, tetapi Verdy sukses memetik kemenangan 2-0. Miura mencetak gol pertama di menit ke-60, dan pemain asal Brasil Bismark mencetak gol melalui tandukan memanfaatkan tendangan penjuru beberapa detik sebelum waktu normal habis.
Pertandingan kedua, setidaknya di media, hanya sebuah formalitas untuk Verdy, tetapi Antlers tidak sepakat. Tim kuda hitam yang dipimpin oleh legenda Brasil, Arthur Coimbra Zico, yang absen di laga final pertama, masuk dalam daftar starter. Sementara banyak pemain Verdy yang mengatakan menghadapi sosok juara asal Brasil adalah sebuah kehormatan dan memberi motivasi, Zico yang saat itu berusia 40 tahun, masih menjadi pemain yang di atas rata-rata untuk J-League.
Pada menit ke-38, rekan setimnya, Alcindo, mencetak gol melalui tendangan voli dan kembali memanaskan persaingan. Klimaksnya terjadi di babak kedua. Penalti kontroversial diberikan setelah pemain Verdy asal Brasil, Paulo, terjatuh karena sedikit sentuhan. Kali ini "King Kazu" mencetak gol dan tampak menyegel kemenangan. Bagaimanapun juga, apa yang terjadi sebelum bola ditendang yang masuk ke dalam sejarah.
Saat Miura siap melakukan tendangan penentu, Zico, yang masih marah dengan keputusan wasit, berjalan ke titik putih, dan tanpa basa-basi meludahi bola. Usai kekacauan di atas lapangan, Zico mendapatkan kartu kuning kedua dan dipaksa keluar dari lapangan.
Terlepas dari insiden itu, itu adalah waktu di mana Verdy Kawasaki merayakan gelar juara pertama mereka. Pada November, mereka juga memenangkan gelar Piala Liga kedua, yang sekarang disponsori oleh Nabisco. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kompetisi tertua J-League digunakan sebagai percobaan untuk menggelar J-League pada 1992, dan dimenangkan oleh Verdy.
Kazu meraih penghargaan sebagai MVP musim itu, tetapi dia bukan top skor. Dia mencetak total 20 gol, tertinggal delapan gol dari Ramon Diaz. Pada tahun pertama, rata-rata penonton liga sekitar 18 ribu setiap pertandingan dan total lebih dari 3,2 juta suporter yang menyaksikan pertandingan.
Bagian ketiga ini berkisah tentang perjuangan tim-tim J-League di akhir 1990-an, kebangkitan Kashima Antlers & Jubilo Iwata, serta kejatuhan Yokohama Flugels.
Periode 1996 hingga 2002 bisa dikatakan sebagai masa-masa sulit J-League. Dalam kurun waktu tersebut sampai dimulainya Piala Dunia 2002, J-League mengalami kemerosotan seperti keadaan ekonomi Jepang pada waktu itu.
Di tahun 1996 itu, J-League kedatangan dua klub dari area Kansai, yakni Cerezo Osaka (yang sudah promosi pada tahun 1995) dan Kyoto Purple Sanga. Tahun tersebut juga menandakan hadirnya klub yang bukan berasal dari pulau utama Jepang (Pulau Honshu) untuk pertama kali, yakni Avispa Fukuoka yang berasal dari utara Pulau Kyushu. Dengan komposisi 16 tim, tiap klub J-League kini melakoni bisa melakoni 30 pertandingan per musimnya untuk menyamai jumlah laga di kebanyakan liga-liga Eropa. Namun sebenarnya, bencana baru saja datang.
Dengan keadaaan ekonomi Negeri Sakura yang karut-marut, sepakbola tampaknya sama sekali tidak diperhitungkan. Rata-rata kehadiran penonton di stadion hanya sebesar 13.353 penonton per laga. Beberapa pemain bintang, seperti Pierre Littbarski (yang tampil di Japan Football League/JFL, liga divisi dua yang masih semi-profesional) dan Gary Lineker sudah pergi, termasuk Zico yang juga memutuskan pensiun.
Setelah di tiga tahun awal mencatat rekor kehadiran penonton (tahun 1995 mencapai 6,5 juta penonton), tiba-tiba antusiasme itu merosot tajam di tahun 1997 (kurang dari 3,5 juta penonton). Meski demikian, pada saat-saat ini lahirlah fans hardcore, yakni sekumpulan suporter yang mengikuti tim kesayangannya berlaga kandang-tandang, mendukungnya dengan spanduk dan bendera warna-warni, dan tentunya nyanyian 90 menit tanpa henti.
Tahun 1997, format liga kembali berubah menjadi dua ronde per musimnya (juara liga ditentukan lewat partai final antara pemenang ronde pertama vs pemenang ronde kedua). Format pertandingan pun juga berubah: pemenang dalam 90 menit pertama mendapat tiga poin, Gol pada perpanjangan waktu (V-goal) dihitung dua poin, sementara menang lewat adu penalti hanya dihitung satu poin.
Kashima Antlers muncul sebagai juara liga untuk pertama kali pada tahun 1996. Klub lain yang mendominasi pada era tersebut adalah Jubilo Iwata. Dominasi kedua klub ini benar-benar absolut. Tujuh musim selama kurun waktu 1996-2002, Antlers mengemas empat kali juara liga dan Jubilo meraih tiga tersisa. Selama 12 ronde yang dimainkan pada 1997 dan 2002, Antlers memenangi empat sedangkan Jubilo enam kali. Dalam tahun terakhir supremasi mereka, yakni pada tahun 2002, Iwata menjadi tim pertama yang memenangi kedua ronde, sehingga tak perlu J-League tak perlu mengadakan final untuk memastikan peraih gelar juara.
Beberapa pemain terkenal muncul dalam periode ini. Ada Dunga (Jubilo Iwata) yang tekenal karena memperkenalkan konsep "malicia" - sebuah kata dari bahasa Portugis - ke kamus Jepang. Pria Brasil ini sering masuk headline berita karena ketahuan "menghina" rekan setimnya sendiri selama pertandingan. Dunga tak pernah ragu untuk mengkritik youngster semacam Naohiro Takahara, dan juga tak terintimidasi oleh pahlawan lokal Jubilo, Hiroshi Nanami, Toshiya Fujita, ataupun sang striker legendaris Masashi "Gon" Nakayama.
Jika Jubilo Iwata punya Dunga, maka Kashima Antlers punya Leonardo, meski pada akhirnya ia meninggalkan Jepang pada akhir 1996. Leonardo, yang juga pemain Brasil, merupakan pemain berkelas yang tampil mengesankan dan cerdik. Ia termasuk dalam sedikit pemain dari luar J-League yang mau mempelajari bahasa Jepang.
Kehadiran duo Brasil di J-League itu tidak akan lengkap tanpa kehadiran Dragan Stojkovic. Gelandang serang asal Yugoslavia ini sempat membela Nagoya Grampus pada 1994 hingga 2001 dan disenangi fans karena permainan sepakbolanya yang sangat halus. Pixy, julukannya, adalah seorang playmaker yang sangat bertalenta. Stojkovic juga sempat membuat geram wasit Jepang dengan kelakuannya. Salah satunya adalah saat ia merebut kartu kuning dari wasit dan menodongkan balik kartu tersebut ke sang pengadil lapangan. Ia pun langsung diusir sang wasit.
Kembali ke persaingan Jubilo dan Antlers. Persaingan dua kuda pacuan itu mencapai puncaknya pada tahun 1999 dan 2000. Jubilo menjadi tim pertama Jepang yang memenangi Liga Champions Asia pada 1999. Sedangkan Antlers mencatatkan treble satu tahun setelahnya: memenangi liga, menjuarai Yamazaki Nabisco League Cup, dan merebut Emperor Cup.
Dua perkembangan besar terjadi pada struktur dan regulasi J-League, yakni pada tahun 1999. Pertama, adu penalti ditiadakan. Kedua, tim yang telah bertarung selama 120 menit akan diberikan masing-masing satu poin. Namun, perubahan yang sesungguhnya terjadi pada tahun itu juga, yakni diperkenalkannya J2, divisi dua, yang diikuti 10 tim. Perubahan ini membuat aktifnya sistem promosi dan degradasi.
Sejalan dengan kemerosotan ekonomi Jepang, ada pula klub yang ikut jatuh. Pada tahun 1998, Yokohama Flugels yang merupakan klub pelopor J-League, mengalami kebangkrutan. Mereka juga mengumumkan telah merger dengan rival sekota, Yokohama Marinos.
Di musim terakhirnya, ketika takdir buruk sudah dipastikan, Flugels menjadi tim kejutan di Emperor Cup. Tim yang dipimpin oleh pelatih asal Jerman Gert Engels ini melaju hingga babak final. Dukungan publik dan komuntas Jepang selalu mengalir kepada para pemain Fluegels. Mereka akhirnya berhasil mengalahkan Shimizu S-Pulse di final di mana laga tersebut dinobatkan sebagai partai paling dramatis dalam sejarah sepakbola Jepang.
Klub yang bubar itu lalu dibentuk kembali oleh sekumpulan suporter dan diganti namanya menjadi Yokohama FC. Mereka masuk lewat JFL, yang merupakan divisi ketiga, lalu promosi ke J2 pada 2001. Keyakinan kuat dari para mantan suporter Fuluegels itu telah mengindikasikan ada passion dari publik Jepang akan sepakbola.
Segalanya berpuncak pada tahun 2002, tahun di mana Jepang dan Korea Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia. Timnas Jepang yang dipimpin oleh Philippe Troussier sanggup lolos ke babak 16 besar namun langkah mereka dihentikan oleh Turki, yang menjadi juara ketiga dalam turnamen itu. Meski demikian, penampilan tersebut sanggup mengobati kekecewaan Jepang di PD 1998, di mana tim Samurai Biru yang dilatih Takashi Okada bertarung dengan baik namun kalah di tiga pertandingan grup.
Di bagian keempat rangkaian sejarah J-League, Goal menggambarkan kemenangan Gamba Osaka dan Urawa Reds di Benua Kuning serta awal mula karier pemain Jepang di Eropa.
Diawali oleh sang pemberani Kazu Miura yang mengadu nasib ke Italia bersama Genoa pada 1994, jejaknya kemudian diikuti oleh beberapa pemain lainnya. Sayang, kariernya tak berjalan mulus. Sampai akhirnya muncul lah nama Hidetoshi Nakata ke Perugia pada 1998, mulai saat itu sepakbola Jepang mulai dipandang serius di Benua Lama.
Butuh usaha kolektif selama sepuluh tahun, tapi "Hide" akhirnya mencuri perhatian dengan sepasang gol ke gawang Juventus ketika berseragam AS Roma, sekaligus membuka jalan buat pemain lain yang ingin mengikuti jejaknya. Shinji Ono (di Feyenoord dari 2001), Naohiro Takahara (Boca Juniors mulai 2001), Junichi Inamoto (Arsenal mulai 2001), Shunsuke Nakamura (Reggina mulai 2002), dan banyak pemain lainnya, yang mendapat label "generasi emas" setelah sukses menyabet medali perak di Piala Dunia U-20 1999, mencoba peruntungan di luar negeri.
Karier Nakata di Eropa naik turun, sampai akhirnya dia memutuskan menyudahi petualangannya pada 2006, saat usianya belum 30 tahun. Tapi, dia pulang dengan kepala tegak, membawa Scudetto bersama Roma dan Coppa Italia yang dilklaimnya ketika berseragam Parma.
Kembali ke Jepang. Pada 2003 dan 2004 kompetisi didominasi oleh satu klub: Yokohama F. Marinos ("F" ditambahkan sebagai penghormatan kepada Fluegels). Diarsiteki Takeshi Okada, yang membawa Jepang di Piala Dunia 1998, The Sailors memenangkan gelar format "dua babak" pada 2003 dan secara dramatis menang di final 2004 atas Urawa Reds, setelah serangkaian ketidakberuntungan di kompetisi.
Berbasis di Saitama, kawasan utara Tokyo, Reds menjadi klub pertama yang mampu mengumpulkan banyak suporter. Dengan stadion berkapasitas 60 ribu kursi, yang dibangun untuk menggelar debut Jepang di Piala Dunia 2002, klub memiliki jajaran pemain kelas atas Jerman (Uwe Bein, Guido Buchwald, Michael Rummenigge, dll) yang memenangkan Emperor Cup pada 2005, trofi pertama mereka.
Rival utama mereka adalah klub pinggiran kota, Gamba, yang terletak sekitar 7 km di luar sungai Yudo di pinggiran utara Osaka. Persaingan antara kedua klub ini disebabkan banyaknya pertandingan kenangan yang dimulai pada 2005. Setelah saling sikut, masing-masing tim akhirnya mencatat kemenangan perdana mereka, gelar yang amat bersejarah: Gamba merengkuhnya pada 2005, sementara Reds akhirnya menyabet titel pertama di J-League di tahun berikutnya.
Melihat tahun-tahun yang menyenangkan tersebut, ada insiden yang paling mengejutkan yang terjadi di hari terakhir musim 2005. Pada 3 Desember, lima tim melangkah ke lapangan dengan kesempatan menyabet gelar: selain Reds, ada JEF United, Antlers, dan dua klub Osaka, dengan Cerezo mengoleksi poin lebih banyak dibandingkan yang lain dan menjadi satu-satunya tim yang menentukan nasib mereka.
Tim kuda hitam tampak di atas angin, karena mereka masih unggul 2-1 dari FC Tokyo di menit ke-90, tapi gol telat yang dicetak Yasuyuki Konno melempar mereka hingga ke peringkat lima klasemen dengan perbedaan selisih gol. Sang rival sekota, Gamba Osaka, yang menang 4-2 di Kawasaki Frontale akhirnya keluar sebagai juara. Trofi juara yang sudah dikeluarkan dari kotaknya di Stadion Nagai, karena sebelumnya hampir diberikan kepada Cerezo, dengan cepat dikirim ke markas Gamba.
Gamba dan Reds merupakan klub pertama setelah Antlers pada 1996 yang memenangkan J-League dengan format satu babak ketika liga kembali ke format tersebut pada 2005, setelah pada 2003 mereka mengadopsi sistem standar internasional: pertandingan 90 menit, tiga poin untuk tim pemenang, satu untuk hasil imbang, dan nol untuk kalah.
Dua klub yang sama juga menjadi yang pertama memenangkan Liga Champions Asia dalam format baru: Reds dan ribuan suporter setia sukses menggulingkan wakil Iran Sepahan pada 2007, sementara Gamba menyabetnya di 2008, setelah mengeliminasi Reds di semi-final. Situasi tersebut menjadi bukti era keemasan buat klub-klub Jepang di Asia.
Sukses di turnamen Benua Kuning memberikan kesempatan kepada Gamba dan Reds berjumpa dua raksasa sepakbola Eropa di ajang Piala Dunia Antarklub: Reds menyerah dari AC Milan pada 2007, lalu Gamba dicukur 5-3 oleg Manchester United pada 2008, dua hasil terhormat untuk wakil Asia.
Mengapa terhormat? Karena terlepas dari kekalahan tersebut, dua pertandingan yang diperjuangkan habis-habisan oleh tim Jepang, membantu menaikkan pandangan dunia terhadap J-League, meski kampanye kurang memuaskan disuguhkan timnas di Jerman 2006.
Tapi, faktor paling penting mungkin adalah, meski akhirnya meninggalkan format dua babak, jumlah penonton terus meningkat, karena hampir semua perebutan gelar harus ditentukan hingga hari-hari terakhir musim kompetisi.
Sejak 2005, J1 tumbuh menjadi 18 klub, sama dengan jumlah sebagian besar liga top Eropa, sementara J2 masih terus berkembang, dengan melibatkan 12 klub pada 2001 dan 13 di 2006.
Sejak 2004 sampai 2008, satu tempat promosi dari J2 ke J1 diperebutkan melalui laga play-off kandang dan tandang yang dimainkan antara tim yang finis ketiga dari posisi buncit J1 dan ketiga di J2. Pertandingan yang disebut "Irekae-sen" ini menyuguhkan sejumlah musim drmatis dan penampilan bersejarah, termasuk kemenangan Ventforet Kofu atas Kashiwa Reysol dengan skor 6-2 pada 2005, di mana pemain asal Brasil, Bare, mencetak enam gol sekaligus, "double hat-trick".
Di bagian terakhir ini kita akan membahas soal kompetisi J-League dalam beberapa tahun terakhir, termasuk ketatnya persaingan di J1 sebagaimana perluasan kompetisi di Jepang.
Tahun-tahun dari 2007 hingga sekarang adalah fase final dalam pematangan sepakbola Jepang, dan hal tersebut merupakan konsolidasi dari J-League. Sejak 2004, jumlah penonton terbilang stabil, dengan J1 rata-rata disaksikan oleh 18.000 hingga 19.000 suporter, dan 6.000 hingga 7.000 untuk J2. Sebuah angka yang bahkan mengalahkan beberapa liga di Eropa.
Kashima Antlers, yang sempat dihuni Zico selama tiga musim semi pada pertengahan 90-an, mengontrak Oswaldo Oliviera sebagai pelatih kepala. Pria Brasil itu sukses menghadirkan tiga gelar J-League dari 2007 hingga 2009 (sebuah rekor), dan melanjutkan seri kejayaan dengan memenangi Piala Emperor pada 2010 dan sebuah Piala Liga Yamazaki Nabisco pada 2011. Tim itu kemudian dilatih lagi oleh sosok Brasil lainnya, Jorginho, yang sukses mempertahankan gelar Piala Liga pada 2012. Antlers sendiri untuk saat ini merupakan klub dengan gelar terbanyak di Jepang, dengan total 20 piala.
Namun, ada banyak cerita lagi yang hadir dalam beberapa tahun terakhir. Tengoklah Nagoya Grampus pada 2010 dan Sanfrecce Hiroshima pada 2012 yang memenangi trofi J-League untuk pertama kalinya dengan dibimbing mantan pemainnya: Dragan Stojkovic dan Hajime Moriyasu.
Mungkin, apa yang terjadi di 2011 terbilang lebih menarik, saat tim promosi Kashiwa Reysol, yang ditukangi oleh juru taktik asal Brasil, Nelsinho, sukses memenangkan trofi J-League tepat setahun setelah mereka promosi dari J2 - sebuah peristiwa langka di sepakbola.
Di akhir musim tersebut, Reysol mewakili Jepang di Piala Dunia Antarklub, yang di mana mereka sukses merebut posisi empat besar setelah bertarung di babak semi-final melawan tim Brasil Santos. Saat itu, tim asuhan Nelsinho memberikan perlawanan nyata kepada Neymar Jr. dan rekan-rekannya.
Namun, dimensi internasional yang baru dicapai oleh sepakbola Jepang lebih baik jika dinyatakan dalam jumlah pemain yang dibesarkan di J-League dan dipekerjakan oleh klub-klub Eropa. Pada 2013, sekitar 30 pemain Jepang tinggal di benua tua, dengan sosok seperti Shinji Kagawa, Keisuke Honda dan Yuto Nagatamo semuanya sukses meraih gelar juara bersama klubnya masing-masing dan menjadi figur populer di dunia.
Pada 2010, Jepang memainkan Piala Dunia keempatnya secara beruntun di Afrika Selatan, dengan dipimpin lagi oleh Takeshi Okada, dan tampil secara positif. Mereka tersisih setelah kalah dalam adu tendangan penalti melawan Paraguay di babak 16 besar. Hasil tersebut membuktikan bahwa mereka lebih baik ketimbang kekuatan sepakbola seperti Italia dan Prancis yang tersingkir di babak penyisihan grup.
Selain sosok Honda, pemain yang menarik perhatian pemerhati sepakbola internasional di turnamen ini adalah Yuji Nakazawa dan Marcus Tulio Tanaka. Keduanya lahir dan dibesarkan oleh J-League, berposisi sebagai bek tengah, dan membantu lini belakang Jepang dengan hanya kebobolan dua gol dalam empat laga.
Setahun berselang, tepatnya pada 2011, Jepang dihantam oleh bencana alam paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir, yakni ketika gempa dan tsunami meluluhlantakkan area di sebelah utara negara itu pada 11 Maret.
Sepakbola lantas menjadi katalis untuk solidaritas, sebagaimana di seluruh penjuru negeri saling memberi support untuk membantu daerah yang membutuhkan bantuan. Pada 29 Maret, tim nasionalnya, yang dipimpin oleh manajer asal Italia Alberto Zaccheroni, berkumpul lagi di Osaka untuk menghadapi pemain all-star dari J-League yang kemudian diberi nama "Team as One". Partai malam itu dihiasi dengan sebuah gol dari pemain veteran Kazu Miura, yang saat itu berusia 44 tahun, yang lantas menandai rangkaian panjang acara solidaritas yang berlanjut hingga hari ini.
Terbentuknya persahabatan di kalangan suporter merupakan karakteristik yang meliputi J-League sejak hari-hari awal, dan meskipun para pendukung tersebut dipisahkan dalam ultras, mirip dengan mereka yang di Eropa, namun segala bentuk kekeresan hampir tidak pernah terdengar, dan mereka akan membulatkan suara untuk mengutuknya.
Keterlibatan klub dengan komunitas mereka telah membantu untuk menciptakan suasana yang sangat ramah di stadion. Bahkan, lebih dari 40 persen penonton di J-League saat ini adalah perempuan, dan sangat umum untuk mendapati anak-anak dan orang tua di tribun yang ingin menikmati pertandingan dengan keluarga mereka.
Di atas lapangan, sebagaimana pemain-pemain top hijrah menuju Eropa, mereka lantas digantikan oleh bibit baru dari sistem akademi klub, dengan sepakbola Jepang yang terus mengalami perkembangan baik secara taktik dan teknik.
Musim 2013 ini diisi dengan 18 klub yang bermain di J1 dan 22 di J2, dan mereka akan kedatangan 12 klub lainnya pada 2014 ketika mereka membuka divisi tiga (J3) yang pada akhirnya akan membuat klub profesional di Jepang ada 52.
Pertumbuhan sepakbola Jepang sebelumnya sudah direncanakan dengan matang dengan membuat program terencana yang oleh J-League disebut “Visi Ratusan Tahun” yang bertujuan untuk mempromosikan sepakbola dalam rangka menciptakan “Sebuah Negara Bahagia Melalui Olahraga.”
Prestasi yang telah digapai oleh sepakbola Jepang dalam 20 tahun terakhir terbilang mengesankan. Dan atas keberhasilan tersebut, diharapkan akan ada lebih banyak orang lagi di dunia yang akan menikmati J-League sebagaimana yang telah dilakukan jutaan fans di Jepang.
Setelah baca sejarahnya, monggo mampir dulu ke channel youtube nya j-league , langsung ke tkp
Nah itu tadi sejarah tentang J-League, semoga Sepok bola Indonesia juga bisa kaya Jepang ya.
Sekarang kalo mau liat klasement J-League ter update langsung ke Sini
Tag :
Sport,